Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 324 322551

Email

es@iainmadura.ac.id

Moderenisasi Pendidikan dan Kapitalisasi Pendidikan

  • Diposting Oleh Admin Web Prodi ES
  • Rabu, 28 Agustus 2024
  • Dilihat 704 Kali
Bagikan ke

Oleh: Wasilul Chair, M,S.I

Moderenisasi pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari dalam era globalisasi ini. Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, pendidikan harus mampu beradaptasi agar relevan dengan tuntutan zaman. Namun, proses moderenisasi ini seringkali diiringi dengan fenomena kapitalisasi pendidikan, yang mengakibatkan pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana pengembangan diri, tetapi juga sebagai komoditas yang menguntungkan secara ekonomi.

Pertama-tama, mari kita telaah konsep moderenisasi pendidikan. Moderenisasi pendidikan mencakup berbagai aspek, mulai dari kurikulum, metode pengajaran, hingga infrastruktur pendidikan. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, misalnya, telah menjadi salah satu indikator moderenisasi. Sekolah-sekolah kini mulai mengintegrasikan alat-alat digital dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya platform belajar online, siswa dapat mengakses berbagai sumber belajar secara lebih luas. Hal ini tentu saja memberi peluang bagi siswa untuk lebih mandiri dalam belajar dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

Namun, moderenisasi pendidikan tidak semata-mata menjanjikan kemajuan. Ketika pendidikan mulai mengalami kapitalisasi, konsekuensi yang dihasilkan bisa sangat merugikan. Kapitalisasi pendidikan merujuk pada pengenalan logika pasar dalam sistem pendidikan, di mana pendidikan diperlakukan sebagai produk yang diperjualbelikan. Dalam konteks ini, lembaga pendidikan seringkali lebih memprioritaskan profit daripada kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari maraknya sekolah-sekolah swasta yang menawarkan biaya pendidikan tinggi dengan janji-janji kualitas yang mungkin tidak sebanding dengan investasi yang dikeluarkan oleh orang tua.

Fenomena ini mengarah pada kesenjangan dalam akses pendidikan. Siswa dari kalangan ekonomi rendah sering kali terpinggirkan, sementara siswa dari keluarga mampu memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan berkualitas. Ujung-ujungnya, sistem pendidikan yang seharusnya menjadi alat pemersatu masyarakat malah memperlebar jurang pemisah antar kelas sosial. Pendidikan yang seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu, ternyata justru menjadi ladang untuk memperkuat stratifikasi sosial.

Di samping itu, kapitalisasi pendidikan juga berpotensi mengubah tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan idealnya bertujuan untuk mengembangkan potensi individu, membentuk karakter, dan menyiapkan siswa untuk berkontribusi pada masyarakat. Namun, ketika pendidikan dipandang sebagai produk komersial, fokusnya lebih cenderung pada pencapaian angka-angka statistik, seperti kelulusan, nilai ujian, dan peringkat sekolah. Hal ini dapat menyebabkan pengajaran yang bersifat mekanistik, di mana siswa dianggap sebagai 'output' yang harus memenuhi standar tertentu, bukan sebagai individu dengan kebutuhan dan potensi yang unik.

Sebagai respons terhadap tantangan ini, penting untuk mengedepankan prinsip-prinsip keadilan sosial dalam moderenisasi pendidikan. Pemerintah dan pemangku kepentingan pendidikan harus bekerja sama untuk menciptakan sistem yang inklusif, di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki akses ke pendidikan berkualitas. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan meningkatkan anggaran pendidikan dan memastikan distribusi anggaran tersebut merata, khususnya untuk daerah-daerah tertinggal.

Selain itu, perlu ada regulasi yang ketat terhadap lembaga pendidikan, khususnya sekolah swasta. Kualitas pendidikan yang ditawarkan harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Orang tua harus memiliki akses informasi yang memadai mengenai kualitas pendidikan yang diberikan suatu lembaga, sehingga keputusan yang diambil dalam memilih pendidikan untuk anak-anak mereka tidak hanya berdasarkan pada faktor biaya.

Lebih jauh lagi, penting untuk mengedukasi masyarakat mengenai nilai pendidikan yang lebih dari sekadar komoditas. Pendidikan harus kembali dipahami sebagai investasi jangka panjang, baik bagi individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, kampanye kesadaran mengenai pentingnya pendidikan, nilai-nilai kemanusiaan, dan pendidikan karakter perlu digalakkan. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih kritis dalam memilih lembaga pendidikan dan memahami bahwa pendidikan yang baik tidak selalu harus mahal.

Di sisi lain, moderenisasi pendidikan juga harus membangun kemampuan lulusan untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang terus berubah. Kurikulum perlu disesuaikan dengan kebutuhan industri, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip pendidikan yang luhur. Kerjasama antara lembaga pendidikan dan dunia usaha harus diperkuat, sehingga lulusan tidak hanya siap secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan di lapangan.

Dalam menjalankan moderenisasi pendidikan, penting untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dan keberlanjutan nilai-nilai pendidikan. Pendidikan seharusnya tidak hanya bertujuan untuk memproduksi tenaga kerja yang siap pakai, tetapi juga individu yang memiliki kesadaran sosial, tanggung jawab, dan dapat berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih baik.

Dengan demikian, moderenisasi pendidikan tidak boleh terjebak dalam logika kapitalisasi yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan harus tetap menjadi tempat di mana setiap individu dapat tumbuh dan berkembang, bukan sekadar menjadi komoditas dalam pasar. Langkah-langkah nyata perlu diambil untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi hak asasi setiap individu, serta alat untuk mendorong kemajuan dan keadilan sosial di masyarakat. Hanya dengan cara ini, kita dapat menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya modern, tetapi juga inklusif dan berkeadilan